Lebih dari 800 pelajar Indonesia mengalami keracunan makanan massal akibat makanan gratis dari pemerintah

JAKARTA: Lebih dari 800 siswa jatuh sakit dalam dua kasus keracunan makanan massal minggu ini setelah mengonsumsi makanan sekolah gratis yang disponsori oleh pemerintah Indonesia, kata para pejabat pada hari Jumat.

Satu kasus memengaruhi lebih dari 500 orang dan merupakan wabah terbesar yang pernah terjadi di bawah program unggulan Presiden Prabowo Subianto. Sejak Januari, ketika program tersebut diluncurkan, hingga Agustus, lebih dari 4.000 anak telah terkena keracunan makanan setelah mengonsumsi makanan tersebut, menurut lembaga pemikir yang berbasis di Indonesia, Institut Pengembangan Ekonomi dan Keuangan, yang menimbulkan pertanyaan tentang pengawasan.

Di provinsi Jawa Barat, Indonesia, 569 siswa dari lima sekolah di wilayah Garut mengalami mual dan muntah pada hari Rabu setelah mengonsumsi ayam dan nasi yang disediakan oleh satu dapur umum makanan gratis sehari sebelumnya, Nurdin Yana, sekretaris pemerintah daerah Garut, mengatakan kepada Reuters.

“Hingga Jumat, sepuluh siswa masih dirawat di rumah sakit dan yang lainnya telah pulih,” kata Yana. Awalnya, sekitar 30 siswa harus dirawat di rumah sakit, sementara sisanya dirawat di rumah, tambahnya. Pemerintah daerah akan meningkatkan pengawasan terhadap dapur umum yang menyediakan makanan tersebut, kata Yana, seraya menambahkan bahwa program tersebut tidak akan dihentikan, melainkan akan diberikan makanan pokok lainnya, seperti roti, susu, telur rebus, dan buah untuk sementara waktu.

Kasus keracunan makanan massal lainnya yang terkait dengan program tersebut terjadi pada hari Rabu di Banggai Kepulauan, Provinsi Sulawesi Tengah, yang berdampak pada 277 siswa, menurut pernyataan Badan Gizi Nasional, yang mengawasi program tersebut, seraya menambahkan bahwa distribusi makanan di wilayah tersebut dihentikan sementara.

Juru bicara Prabowo, Prasetyo Hadi, mengatakan pada hari Jumat bahwa pemerintah meminta maaf atas “kemunculan kembali kasus-kasus di beberapa daerah yang, tentu saja, tidak sesuai harapan atau disengaja.”

Pertanyaan telah muncul tentang standar dan pengawasan program tersebut, yang telah berkembang pesat hingga menjangkau lebih dari 20 juta penerima, dengan tujuan ambisius mencapai 83 juta pada akhir tahun dan anggaran sebesar 171 triliun rupiah ($10,32 miliar).
Anggaran untuk program ini akan digandakan tahun depan.