Presiden Indonesia kembali merombak kabinet setelah protes mematikan

JAKARTA: Presiden Indonesia melakukan perombakan kabinet mendadak yang kedua pada hari Rabu, hanya seminggu setelah memecat lima menteri menyusul protes anti-pemerintah yang mematikan.

Setidaknya 11 orang tewas dalam protes massal yang meletus di Jakarta pada akhir Agustus. Dipicu oleh tunjangan kontroversial bagi anggota parlemen, meningkatnya biaya hidup, dan kesenjangan, demonstrasi berubah menjadi kekerasan dan menyebar ke seluruh negeri setelah sebuah kendaraan polisi bersenjata menabrak dan menewaskan seorang sopir pengiriman berusia 21 tahun.

Dengan para pengunjuk rasa yang menuntut reformasi menyeluruh di berbagai lembaga, termasuk kepolisian, militer, dan Dewan Perwakilan Rakyat, demonstrasi tersebut telah menjadi tantangan terbesar bagi kepresidenan Prabowo Subianto, yang menjabat Oktober lalu.

Setelah mengganti anggota Kabinetnya minggu lalu — termasuk Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang terhormat — Prabowo menunjuk 11 pejabat baru pada hari Rabu.

“Presiden Prabowo Subianto secara resmi melantik dua menteri dan tiga wakil menteri Kabinet Merah Putih untuk sisa masa jabatan 2024-2029,” demikian pernyataan Sekretariat Presiden setelah upacara pelantikan.

Di antara para pejabat baru tersebut adalah Letnan Jenderal (Purn.) Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan yang baru, Erick Thohir — mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara — sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga yang baru, dan Ahmad Dofiri, pensiunan Komisaris Jenderal Polisi, sebagai Penasihat Khusus Presiden untuk Keamanan dan Ketertiban Umum serta Reformasi Kepolisian.

Meskipun perubahan Kabinet sejak pekan lalu cukup signifikan, beberapa aktivis, termasuk Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid, mengatakan perombakan kabinet tersebut tidak sejalan dengan tuntutan para pengunjuk rasa.

“Misalnya, publik telah menuntut supremasi sipil dan mengembalikan militer ke barak, tetapi pilihan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan mencerminkan paradigma lama pemerintah yang memilih orang-orang dengan latar belakang militer,” ujarnya kepada Arab News.

Bahkan penunjukan penasihat keamanan khusus pun tidak menjawab kekhawatiran publik.

“Ini tidak menjawab tuntutan masyarakat yang berharap pemerintah dan DPR segera membentuk komisi independen untuk menyelidiki kematian 11 orang dan pelanggaran hak asasi manusia lainnya selama protes,” kata Hamid.

“Perombakan ini tak lebih dari sekadar pertukaran pejabat di antara elit politik; ini tidak menyentuh akar permasalahan kebijakan yang diprotes masyarakat.”